Modernis.co, NTB – Mitigasi human trafficking dinilai terlambat dan pada akhirnya dapat mempengaruhi berbagai aspek sektor negara-negara yang terpajan, salah satunya yaitu perekonomian. Dimana ketika wabah pandemi ini merusak stabilitas ekonomi, maka beberapa industri yang membutuhkan mekanisme ekspor-impor hingga pemberdayaan SDM yang berhubungan dengan para pekerja suaka atau ekspatriat (berasal dari luar negeri) pun mengalami hambatan pada mekanisme mulai dari produksi hingga distribusi.
Menurut data statistik oleh website pemerintah Nusa Tenggara Barat (NTB), diketahui bahwa per 23 Juli 2020, angka penderita Covid-19 di provinsi tersebut sudah mencapai 31,62 dengan sejumlah 585 pasien positif yang sedang dirawat, 1.162 dari keseluruhan yang positif sembuh,dan 103 orang meninggal karena kegagalan perawatan Covid-19. [1] Merujuk pada data tersebut, maka pemerintah NTB sangat menghimbau para masyarakatnya sekaligus industri-industri tertentu untuk tutup beroperasi selama masa pandemi, dimana seluruh industri pun berpotensi mengalami kerugian akan faktor risiko dari kebijakan pemerintah.
Hal ini dibuktikan dengan adanya data pemberitaan oleh Kompas (2020), diketahui bahwa pandemi Corona Virus Disease (Covid-19) telah menjadikan 180 perusahaan ditutup dan juga sejumlah lebih dari 11 ribu pekerja terpaksa dirumahkan tanpa diberikan tunjangan. Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nusa Tenggara Barat (NTB) sendiri pun tidak dapat berbuat banyak, karena dari 11 ribu pekerja yang dirumahkan pada dasarnya yakni pekerja pada industri hotel, vila dan juga restoran.[2]
Dimana dengan adanya Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB, penutupan akses penerbangan antar negara, hingga social distancing dan juga physical distancing telah berdampak cukup besar terhadap pemasukan jenis industri hiburan dan pariwisata atas ketiadaan para pengunjung selaku konsumen di masa pandemi. Sehingga jalan yang diambil oleh para industri tersebut tentunya menekan biaya upah dengan cara merumahkan para karyawan.
Sehingga resolusi untuk saat ini, menurut daring Suara NTB (2020), diketahui bahwa 4.800 pekerja pariwisata yang memiliki asuransi Jaminan Hari Tua (JHT) melakukan klaim JHT sebesar 69,8 milliar dimana sebagian besar yakni 90% telah cair dengan nominal per masing-masing mulai dari 5 juta, hingga 30 juta tergantung masa kerja yang dimiliki.[3]
Selain itu, siklus tidak sehat pun dapat ditinjau pada industri Migas dan pertambangan. Dimana menurut penelitian oleh Lukman (2009), wilayah NTB pada dasarnya memiliki SDA yang melimpah dimana hal tersebut menjadikan area NTB khususnya Sumbawa memiliki model pembangunan daerah berkelanjutan dengan berkolaborasi bersama para industri pertambangan. [4] Sehingga dapat diasumsikan bahwa ketenagakerjaan di industri pada masa pandemi merupakan hal yang konkret dan turut diupayakan oleh pemerintah daerah agar tetap berproduksi seperti biasanya.
Menurut pemberitaan oleh Antara News (2020), diketahui bahwa Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral NTB telah mencatat sejumlah 24 perusahaan pertambangan mineral logam masih beroperasi di bawah naungan izin pemerintah pusat sekaligus daerah, dimana hal ini cukup bagus karena tetap dapat meningkatkan perekonomian masyarakat di wilayah Lombok seperti Sekotong hingga Kabupaten Lombok Timur, dan juga Sumbawa. [5]
Perizinan yang diberikan oleh pemerintah merupakan salah satu resolusi besar untuk mempertahankan kesejahteraan dari ketenagakerjaan di wilayah tersebut pada era pandemi seperti sekarang. Selain itu, perizinan juga tetap diberlakukan karena hasil dari industri tersebut sendiri telah menyumbang PNBP atau Pendapatan Negara Bukan Pajak yang masuk ke APBN hingga 62,35 milliar pada triwulan I-2020 di masa pandemi,[6] dimana tentunya hal tersebut sangat mendongkrak perekonomian daerah dan juga pusat ketika banyak di beberapa titik yang mengalami kelemahan ekonomi.
Menurut Ari Hernawan (2010) hak merupakan sebuah hakikat yang dapat diminta oleh suatu individu maupun kelompok dengan ketentuan kewenangan dan juga persepsi kekuasaan.[7] Pada artikel kritisi kondisi ketenagakerjaan di masa pandemi ini, hak dalam hubungan kerja disebutkan pada Hak atas pekerjaan yang merupakan salah satu hak azasi manusia dan tercantum dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia pasal 27 ayat 2 yang menyatakan bahwa “tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan atas pekerjaan dan penghidupan yang layak”.
Sehingga untuk meningkatkan kualitas produksi pertambangan di era pandemi, tentunya industri dan juga pemerintah daerah NTB mempertahankan Kesehatan dan Keselamatan Kinerja para SDM sebagai salah satu pemenuhan hak dari ketenagakerjaan dengan alokasi anggaran untuk menyediakan Personal Protective Equipment atau Alat Pelindung Diri (APD), masker, dan juga handsanitizer di beberapa titik, maupun penyediaan segala peralatan dan teknologi yang dibutuhkan untuk memberikan perlindungan kepada orang dari segala bahaya di tempat kerja dan juga menyediakan Rapid-Test swab sejak bulan Maret lalu untuk para pekerja pendatang maupun yang memiliki riwayat berpeluang untuk terpajan Covid-19 akibat dari perjalanan bisnis. [8]
Sedangkan untuk ketimpangan antara para pekerja di area pertambangan dan para pekerja di sektor industri hiburan dan pariwisata, pemerintah telah mengupayakan segala cara untuk mendorong industri agar mau memberikan pesangon bagi tenaga kerja yang dirumahkan. Meskipun tidak banyak yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah, namun Disnakertrans NTB telah memastikan untuk para industri yang memang melakukan PHK kepada para pekerjanya tetap harus mengupayakan pesangon sesuai dengan regulasi perundangan yang ada.
Berdasarkan Pasal 172 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, uang pesangon yakni dengan perhitungan perusahaan sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (2), 1 (satu) kali uang penghargaan masa kerja sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4). Dimana dana pesangon ini tentunya dapat menjadi modal utama para tenaga kerja untuk bertahan hidup di era pandemi. Karena permasalahan dari pandemi Covid-19 ini bukan perkara terkait kesejahteraan 1 pihak saja, melainkan juga berbagai pihak yang turut berkaitan, khususnya para pemilik industri dan para SDM-nya.
Oleh: Septiana Widya Astuti (Mahasiswi Ekonomi Pembangunan UMM)
[1] Data Statistik. (2020). Data Covid-19 NTB. Sumber : https://corona.ntbprov.go.id/
[2] Kompas. (2020). Dampak Corona, 180 Perusahaan Tutup dan 11.000 Pekerja Dirumahkan di NTB. Sumber : https://regional.kompas.com/read/2020/04/15/08200631/dampak-corona-180-perusahaan-tutup-dan-11000-pekerja-dirumahkan-di-ntb.
[3] Suara NTB. (2020). Terdampak Pandemi, 4.800 Pekerja Pariwisata di NTB Cairkan JHT Rp69,8 Miliar. Sumber : https://www.suarantb.com/terdampak-pandemi-4-800-pekerja-pariwisata-di-ntb-cairkan-jht-rp698-miliar/
[4] Lukman Malanuang. (2009). Model Pembangunan Daerah Berkelanjutan Melalui Transformasi Struktur Bkonomi Berbasis Sumberdaya Pertambangan Ke Sumber daya Lokal Terbarukan: Studi Kasus Tambang Tembaga Dan Emas Proyek Batu Hijau Pt. Newmont Nusa Tenggara Di Sumbawa Barat Ntb. J. Manusia Dan Lingklingan, Vol. 16, No.3, November 2009: 167-175
[5] Antara News. (2020). 24 perusahaan tambang beroperasi di NTB. Sumber : https://www.antaranews.com/berita/818810/24-perusahaan-tambang-beroperasi-di-ntb
[6] Antara News. (2020). NTB hasilkan PNBP pertambangan Rp62,35 miliar triwulan I 2020. Sumber : https://www.antaranews.com/berita/1572765/ntb-hasilkan-pnbp-pertambangan-rp6235-miliar-triwulan-i-2020
[7] Ari Hernawan. (2010). Keseimbangan Hak Dan Kewajiban Pekerja Dan Pengusaha Dalam Mogok Kerja. Bagian Hukum Perdata, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
[8] Ekonomi Bisnis. (2020). Cegah Corona, Tenaga Kerja Asing Perusahaan Tambang dan Pabrik Semen Dikarantina . Sumber : https://ekonomi.bisnis.com/read/20200307/12/1210324/cegah-corona-tenaga-kerja-asing-perusahaan-tambang-dan-pabrik-semen-dikarantina